ASAL USUL DAN PERKEMBANGAN DESA NGALIYAN
KECAMATAN BEJEN, KABUPATEN TEMANGGUNG
A. Berdirinya Pedukuhan Bongkol
Pada zaman dahulu kala (hehehee kok
kayak kartun animasi...), sebelum adanya Desa Ngaliyan terdapat sebuah
padukuhan (sekarang dusun), yang
bernama Padukuhan Bongkol.
Sebelum terbentuknya
dengan sebuah nama Dukuh Bongkol, ada 3 orang pepundhen atau pendiri desa yang secara bergantian membenahi
padukuhan sebelum terbentuk padukuhan yang nyaman untuk ditinggali. Pepundhen
desa itu ialah :
1. Mbah
Jenggot. Mbah Jenggot adalah seorang pendatang dan keturunan dari Kasultanan
Demak. Ia mendirikan Dukuh Bongkol sesuai dengan bambu yang banyak di temukan
olehnya, ialah bambu Bongkol.
2.
Mbah Tono
Gati. Ia adalah orang yang membangun bendungan dan saluran air ke sawah
Bongkol lewat hutan daerah Wonoroto (sekarang
termasuk Desa Duren).
3.
Penatus.
Ia adalah penerus dari Mbah Tono Gati yang membuat saluran irigasi ke sawah –
sawah. Ia juga penasehat dari lurah pertama Desa Bongkol yaitu Nalipin.
Di masa itu, masyarakat padukuhan masih
sedikit sehingga belum dikatakan sebagai desa. Namun, dengan datangnya
Mbah Jenggot dan bertambahnya tahun, masyarakat Padukuhan Bongkol juga
bertambah. Bertambahnya masyarakat tidak hanya berasal dari keturunan, tetapi
juga dari berbagai padukuhan di sekitarnya, bahkan ada yang berasal dari
Yogyakarta.
Dari hal tersebut, dari awal terbentuknya Desa Ngaliyan kita asumsikan
bahwa masyarakat awal Padukuhan Bongkol sudah mencapai 20 KK. Dari 20 KK
itulah, sudah terbentuk desa yang bernama Desa Bongkol. Kepala Desa atau Lurah
pertama yang menjabat kala itu adalah Lurah Nalipin.
B.
Berdirinya Desa Ngaliyan
Di lain cerita dan lain hari, ada sebuah padukuhan yang
bernama Dukuh Duwet. Dukuh ini sangat miris sekali nasibnya. Hal itu terjadi
karena padukuhan ini terletak di sekitar aliran sungai sehingga sering dilanda
banjir. Banjir tidak hanya banjir biasa, tetapi banjir bandang ! Maka dari itu
banyak masyarakat Dukuh Duwet yang ingin pindah karena tidak nyaman dengan
kondisi tersebut.
Mereka akhirnya berbondong – bondong untuk pindah ke tempat
yang aman dari ancaman banjir. Setelah menemukan tempat yang cocok dan nyaman,
mereka menetap dan meninggalkan Dukuh Duwet. Sejak hari itu, mereka memberi
nama tempat yang mereka tinggali dengan nama Ngaliyan. Dengan makna dukuh yang
berpindah tempat (alihan = pindah). Hal itu terjadi ketika Desa Bongkol masih
dipimpin oleh Lurah Nalipin.
Semakin hari semakin banyak orang yang mendiami tempat tersebut sehingga
sudah bisa dikatakan sebagai Desa
Ngaliyan, namun belum mempunyai pemimpin desa. Penduduk Desa Ngaliyan banyak
yang datang dari desa dan dukuh lain di sekitarnya.
C.
Bergabungnya Desa Bongkol ke Desa
Ngaliyan
Kembali ke Desa Bongkol, setelah bertahun – tahun memerintah
Desa Bongkol (belum ada peraturan kepala
desa), akhirnya Lurah Nalipin meninggal dan digantikan oleh Lurah Kadir Mertoadmojo.
Dari Lurah Kadir
inilah Desa Bongkol bergabung ke Desa
Ngaliyan dan ia menetapkan diri sebagai Lurah Desa Ngaliyan karena belum ada
pemimpin desa di Ngaliyan. Penggabungan ini dikarenakan setelah bertahun –
tahun lamanya, Desa Ngaliyan jumlah penduduknya telah melebihi Desa Bongkol dan
mempunyai perkembangan yang pesat. Supaya terdapat koordinasi dan kerjasama
maka bergabunglah Desa Bongkol ke Desa Ngaliyan. Akhirnya Bongkol menjadi dukuh kembali.
Setelah bergabungnya Desa Bongkol ke Desa Ngaliyan, banyak desa dan dukuh lain
bergabung ke Desa Ngaliyan, seperti Desa Sekeket, Dukuh Belang, Dukuh Kolonan (sekarang Dusun Krajan), dll.
Sesudah Lurah
Kadir Mertoadmojo meninggal, ia digantikan oleh para penerusnya, yaitu :
1.
Lurah Suwilin Kartowijoyo (bertahun – tahun lamanya sampai meninggal)
2.
Lurah Harjo Suroso. Karena sudah tua dan
tersangkut kasus G 30 S / PKI, kemudian
undur diri. (bertahun – tahun lamanya )
3.
Lurah
Mulya Prawiro (bertahun – tahun
lamanya sampai meninggal)
4.
Lurah
Ruslan Kocoatmojo. Karena merasa diri sudah tidak berdaya memerintah
lagi maka mengundurkan diri. (bertahun
– tahun lamanya)
5.
Lurah Sukirman. Pada masa Lurah Sukirman, negara
telah mengesahkan peraturan kepala desa dengan masa jabatan 5 tahun. Lurah di
masa tersebut masih lurah transisi jabatan. [(bertahun
– tahun lamanya), 1999 – 2004 )]
6.
Lurah Bunjari ( 2004 – 2009 )
7.
Lurah Wuryanto ( 2009 – 2014 )
8.
Lurah Bunjari
( 2014 – 2019 ).